Pergumulan Cinta

Cerpen 018

Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Medio Oktober 2025

Kisah Cinta
Silvy, Roger, dan Dua Putri yang Tumbuh Tanpa Orang Tua

Perjalanan Cinta

Silvy dan Sheny lahir kembar di sebuah kota kecil yang damai di pinggiran Surabaya.

Sejak kecil, keduanya sudah dikenal cerdas dan rajin.
Namun, di antara mereka, Silvy memiliki kepribadian yang lebih tenang dan penuh perhitungan.
Ia menyukai dunia bisnis, angka, dan manajemen.

Ketekunannya membawa ia menempuh pendidikan di bidang logistik dan transportasi, bidang yang kelak akan menjadi jalan hidupnya.

Seiring waktu, Silvy tumbuh menjadi wanita muda yang tangguh.
Ia bukan hanya berparas manis, tapi juga memiliki daya juang yang tinggi.

Ia memulai kariernya dari bawah
magang di perusahaan ekspedisi kecil
hingga akhirnya dipercaya memimpin sebuah perusahaan logistik besar.

Di bawah kepemimpinannya, perusahaan itu berkembang pesat.
Relasi bisnisnya luas, dan semua orang mengenal Silvy sebagai sosok profesional yang tegas namun tetap ramah.

Di tengah kesibukan karier, takdir mempertemukannya dengan seorang pria bernama Roger.

Roger adalah sosok yang menawan
wajah tampan, pembawaan hangat, dan selera humor yang tinggi.
Ia bekerja di bidang keuangan, seseorang yang rajin, disiplin, dan penuh tanggung jawab.
Dari pertemuan pertama, keduanya seperti saling melengkapi.

Silvy yang serius menemukan kehangatan pada Roger yang periang, sementara Roger merasa tenang di sisi Silvy yang dewasa dan penuh kasih.

Mereka menjalin hubungan yang manis.
Setiap akhir pekan, Roger selalu menjemput Silvy untuk makan malam sederhana, terkadang hanya di warung bakmi langganan mereka.
Dari sanalah kisah cinta mereka tumbuh, hingga akhirnya Roger melamar Silvy dengan cara yang sederhana namun tulus
di bawah rintik hujan di depan rumah Silvy.

Mereka menikah dalam sebuah pesta yang indah, dihadiri keluarga, teman-teman, dan rekan kerja. Semua orang mendoakan agar rumah tangga mereka langgeng, penuh cinta, dan bahagia.

Awal pernikahan terasa seperti mimpi.

Roger penuh perhatian, Silvy selalu mendukung karier suaminya. Mereka membeli rumah mungil di kawasan Timur kota Surabaya, mengisinya dengan tawa dan impian masa depan.

Tahun pertama berjalan dengan penuh kebahagiaan. Lalu kabar baik datang:
Silvy hamil anak pertama.
Tangis haru Roger pecah saat mengetahui mereka akan memiliki bayi perempuan.

Sembilan bulan kemudian lahirlah seorang bayi cantik yang mereka beri nama Michelin
nama yang terinspirasi dari kekuatan dan keteguhan.

Dua tahun setelah itu, lahirlah adiknya, Miranda, gadis mungil yang lucu dengan mata bulat seperti ibunya.

Rumah mereka pun semakin hidup.

Setiap pagi Roger menyuapi anak-anak sambil bercanda, sementara Silvy menyiapkan sarapan.
Di malam hari, keluarga kecil itu selalu makan bersama, diiringi cerita hari-hari mereka yang penuh warna.

Namun, seperti pepatah lama: tidak ada rumah tangga yang selalu mulus.

Perlahan, badai kecil mulai datang.
Kesibukan Silvy di dunia bisnis membuatnya sering pulang larut malam.

Roger yang juga sibuk dengan pekerjaannya mulai merasa kesepian. Komunikasi di antara mereka menurun.

Percakapan hangat berubah menjadi perdebatan.

Roger merasa Silvy terlalu fokus pada pekerjaan;
Silvy merasa Roger tidak memahami ambisi dan tanggung jawabnya.

Awalnya mereka mencoba memperbaiki. Mereka pergi liburan bersama anak-anak ke Bali, berharap dapat menyalakan kembali kehangatan yang dulu pernah ada. Tapi sepulang dari sana, kenyataan tetap sama.

Perbedaan mereka semakin terasa.

Roger menginginkan istri yang lebih hadir di rumah, sementara Silvy merasa ia bekerja justru demi masa depan keluarga.
Pertengkaran kecil sering terjadi.
Terkadang hanya karena hal sepele:

siapa yang menjemput anak, siapa yang lupa membayar tagihan, atau siapa yang lupa ulang tahun pernikahan.

Tapi dari hal-hal kecil itulah luka mulai terbentuk.
Hingga akhirnya, keputusan yang paling berat pun diambil
perceraian.

Sidang di pengadilan berlangsung sunyi.
Roger menunduk, Silvy berusaha tegar. Tak ada kata saling menyalahkan, hanya air mata yang menetes diam-diam.

Mereka berpisah dengan rasa kehilangan yang dalam, tapi juga dengan harapan agar anak-anak tetap bahagia.
Michelin dan Miranda saat itu masih kecil. Mereka tidak sepenuhnya mengerti apa arti perceraian, hanya tahu bahwa “Papa tidak tinggal di rumah lagi.”

Namun cinta Roger dan Silvy kepada anak-anak mereka tidak pernah pudar. Meski terpisah, keduanya tetap berusaha hadir dalam hidup kedua putri itu.

Sayangnya, takdir berkata lain.
Setahun setelah perceraian, Roger jatuh sakit.
Dokter mendiagnosisnya dengan penyakit kritis yang tak bisa disembuhkan. Selama beberapa bulan, ia berjuang melawan penyakit itu. Dalam masa-masa terakhirnya, Roger sering menatap foto kedua anaknya sambil berbisik lirih,

“Papa sayang kalian… selalu.”

Ketika Roger akhirnya berpulang, dunia seakan runtuh bagi Silvy. Meskipun mereka sudah berpisah, ia masih menyimpan cinta yang dalam.
Ia hadir di pemakaman dengan air mata yang tak tertahan, menatap makam Roger sambil berdoa,
“Terima kasih… sudah pernah mencintaiku.”

Kehidupan terus berjalan. Silvy membesarkan Michelin dan Miranda sendirian.
Ia berusaha kuat, menjadi ibu sekaligus ayah. Ia bekerja keras demi pendidikan mereka, menahan lelah dan sepi di malam hari.

Namun empat tahun kemudian, cobaan kembali datang.
Silvy terdiagnosis kanker pankreas
stadium akhir
Perjuangan Silvy dengan penuh keberanian, menjalani kemoterapi dan tetap berusaha tersenyum di depan anak-anaknya. Tapi tubuhnya semakin lemah. Dalam hari-hari terakhirnya, Silvy memanggil Michelin dan Miranda,

Menggenggam tangan mereka erat.
“Anak-anakku… jangan takut. Mama akan selalu ada di hati kalian.

Jadilah orang baik, ya… bukan hanya pintar, tapi juga penuh kasih.”

Beberapa minggu kemudian, Silvy meninggal dunia.
Michelin berusia 14 tahun, Miranda baru 12 tahun. Dunia mereka kembali hampa.

Kedua gadis itu diasuh oleh keluarga besar Silvy dan keluarga beaar Roger secara bergantian

Mereka tumbuh dengan rindu yang tak pernah padam.
Setiap kali melihat langit malam, mereka teringat pada ayah dan ibu mereka
dua bintang yang kini bersinar di atas sana.
Waktu berlalu. Michelin tumbuh menjadi wanita dewasa yang cantik dan berpendirian kuat, mirip ibunya.
Ia menyelesaikan kuliah dan bekerja di bidang manajemen logistik
bidang yang sama dengan mendiang ibunya.

Di kantor, semua mengenalnya sebagai sosok yang profesional namun rendah hati.

Sementara Miranda, yang lebih lembut dan sensitif, memilih dunia seni.
Ia menjadi ilustrator, melukis kenangan masa kecilnya bersama keluarga dalam warna-warna hangat.

Di usia 22 tahun, Michelin bertemu dengan Willy,
Seorang pria baik hati yang sederhana namun memiliki semangat hidup tinggi.
Mereka jatuh cinta bukan karena kemewahan, tapi karena kesamaan hati.

Willy tahu kisah masa lalu Michelin.
Ia tahu betapa keras hidup yang telah dijalani gadis itu.
Maka ketika ia melamar Michelin, ia berjanji:
“Aku tidak bisa menggantikan ayahmu, tapi aku akan mencintaimu seumur hidupku seperti ibumu dulu mencintai ayahmu.”

Pernikahan mereka berlangsung sederhana namun penuh haru.

Saat berjalan di altar, Michelin menatap kursi kosong di barisan depan. Di sanalah seharusnya ayah dan ibunya duduk.
Tapi di dalam hatinya, ia tahu mereka hadir.
Ia bisa merasakan kehangatan itu, meski hanya dalam bisikan angin.

Beberapa tahun kemudian, Michelin dan Willy dikaruniai seorang putri cantik yang mereka beri nama Kelly.

Kelly tumbuh menjadi gadis ceria, matanya bening seperti ibunya, senyumnya manis seperti kakeknya.

Melihat Kelly tumbuh sehat dan bahagia membuat Michelin sering menangis
Diam-diam di malam hari.
Ia memeluk putrinya sambil berbisik,
“Kelly… kamu tahu?
Dulu nenekmu perempuan luar biasa.
Kamu harus bangga padanya.”

Miranda sering datang berkunjung.
Dua kakak beradik itu selalu bernostalgia tentang masa kecil mereka
tentang tawa Papa yang hangat, tentang Mama yang kuat. Kadang mereka tertawa, kadang menitikkan air mata.

Tapi mereka selalu yakin, cinta orang tua mereka tak pernah pergi.
Kini, rumah tangga Michelin dan Willy berjalan damai. Mereka belajar dari masa lalu
bahwa cinta bukan hanya tentang kebersamaan, tapi juga tentang pengertian dan kesetiaan.

Bahwa rumah tangga tidak selalu mulus, tapi selalu bisa diperjuangkan jika dua hati saling percaya.
Dan di suatu sore, ketika matahari terbenam, Michelin duduk di beranda sambil menatap langit jingga.

Di sampingnya, Kelly bermain boneka, sementara Willy menyiapkan teh.
Angin berhembus pelan, membawa aroma nostalgia.
Dalam hati, Michelin berbisik:
“Papa, Mama… kami baik-baik saja sekarang. Kalian boleh tenang di sana.”

Senyum hangat mengembang di wajahnya.
Hidup mungkin telah merenggut banyak hal, tapi juga memberi kesempatan untuk mencintai lagi.
Dan bagi Michelin, cinta itu kini hadir dalam bentuk keluarga kecilnya—tempat di mana kenangan lama berpadu dengan harapan baru.

Www.kris.or.id
Www.adharta.com