Oleh : Adharta
Ketua Umum
KRIS

Jakarta
Awal Oktober 2025

Saya membaca dan harus meneteskan air mata
Kisah nyata yang penuh duka dan misteri.

Aku coba susun rangkaian cerita dengan harapan menghormati ingatan Anti dan rasa sakit keluarganya.

Kisah sedih
Anti Puspita Sari, 22 tahun, adalah nama yang kini terpatri di hati banyak orang, bukan karena ketenaran, melainkan karena nasibnya yang tragis.

Seorang wanita muda dari Plaju Darat, Palembang, yang baru saja menikah dengan Adi Rosadi. Rumah tangga mereka, menurut Adi, baik-baik saja.
Tak ada pertengkaran besar, tidak ada tanda-tanda masalah besar sampai hari itu datang berita seperti badai tiba-tiba.

Kisah kejadian
Masuk Hotel Hari itu
Pada Jumat, 10 Oktober 2025, sekitar pukul 16.00 WIB, Anti terlihat bersama seorang pria misterius memasuki Hotel Lendosis, di Jalan Perintis Kemerdekaan, Lawang Kidul, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang.

Pria itu bukan suaminya. Mereka check-in ke kamar hotel.

Menurut keterangan CCTV,
Anti memakai jilbab merah jambu, baju warna hijau botol, rok biru. Pria yang menemaninya memakai sweater dan masker hitam.

Mereka berada di kamar sekitar dua jam. Sekitar pukul 18.00 WIB, sang pria meninggalkan kamar
mengunci dari dalam atau dari luar
Sebelum Anti ditemukan tewas hari berikutnya.

Penemuan Yang Menggetarkan Jiwa
Keesokan harinya, Sabtu siang, sekitar pukul 15.00, petugas hotel mencoba mengetuk kamar karena tamu belum juga keluar sampai batas waktu check-out.

Tidak ada respon.
Dengan kunci cadangan, pintu dibuka paksa.
Di dalam kamar ditemukan sosok Anti tergeletak tak bernyawa, kondisi yang sangat mengenaskan.

Tubuhnya ditemukan di atas kasur, tubuhnya diselimuti selimut, mulutnya tersumpal pakaian dalam. Tangan terikat menggunakan kain jilbab.
Ada luka-luka di wajah dan kepala.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa sebelum kematiannya, Anti mengalami kekerasan fisik dan kemungkinan tindakan asusila.
Ada hubungan badan sebelumnya

Fakta Yang Menambah Kepedihan
Salah satu fakta yang paling membuat hati sesak:

Anti diketahui sedang hamil muda, memasuki trimester pertama. Pemeriksaan luar dokter forensik menemukan tanda-tanda kehamilan, termasuk di bagian tubuhnya.

Lebih memilukan lagi, sang suami, Adi Rosadi, kaget menerima kabar tragis itu. Menurut dia, sehari sebelumnya mereka sempat bercakap biasa
tidak ada pertengkaran. Anti bahkan sempat berpamitan untuk mengantarnya ke tempat kerja. Setelah itu, ia menghilang sebelum akhirnya ditemukan tewas.

Sebuah
Kehilangan, Luka, dan Harapan
Begitu berita duka ini sampai di rumah, suasana berubah drastis. Tangisan mendominasi. Anak mereka yang masih balita terus memanggil ibunya, menangis “Bunda… Bunda…”, tak memahami bahwa ibunya tak akan pulang.

Oposisi Cerdas
Adi, sang suami, mengalami kesedihan yang tak terperi.
Ia bahkan tidak kuat melihat jenazah istrinya ketika polisi melakukan ekshumasi.
Ia hanya mampu memantau dari jauh.

Motor dan handphone Anti juga tak ditemukan. Motor itu adalah satu-satunya kendaraan yang biasa dipakai Anti untuk bekerja sebagai driver ojek online dan juga untuk mengantar suaminya bekerja.

Kehilangan itu bukan hanya materi, tapi simbol dari kehidupan yang sudah mereka bangun bersama.

Penangkapan Pelaku dan Motif yang Diselidiki
Setelah beberapa hari penyelidikan, polisi berhasil menangkap pelaku pembunuhan Anti.

Ia diringkus di kawasan Muara Padang, Banyuasin, pada Rabu (15 Oktober 2025) malam.

Polisi menyelidiki motif yang mendorong tragedi ini.
Ada beberapa dugaan
motif hubungan gelap, ketidaksepakatan dalam kesepakatan open BO
(jika memang terjadi), kemungkinan pelaku merasa terancam oleh kehamilan Anti, pencurian sepeda motor, penganiayaan, serta tindakan asusila. Semua dugaan ini masih dalam tahap pemeriksaan.

Motif ini belum final, namun semakin memperjelas bahwa tindakan ini bukan kecelakaan; ini adalah kejahatan yang direncanakan atau setidaknya dipicu oleh niat

Suara Suami dan Keluarga
Adi Rosadi, di tengah kecamuk emosi, menyatakan bahwa ia telah berusaha mengikhlaskan, tapi rasa sakitnya masih sangat segar. Kata – katanya bergetar saat berbicara soal kehilangan istrinya.

Keluarga merasa dikhianati oleh situasi ini
Anti yang dikenal ramah, baik, dan tidak pernah membuat masalah. Ia bukan tipe orang yang ingin mengundang perhatian lewat hal-hal negatif. Namun akhirnya ia menjadi korban dari kekerasan yang begitu kejam.

Anak kecilnya yang masih balita terus menangis, memanggil ibunya. Keheningan malam tidak pernah bisa menggantikan suara lembut sang ibu, pelukan hangat yang kini hilang. Tangisan itu menjadi suara yang tak henti-hentinya menghantui Adi ketika sendiri, ketika pekerjaan selesai, ketika dia pulang ke rumah yang sekarang terasa kosong.

Kenangan yang Tak Terhapus
Sebelum tragedi ini, Anti adalah seorang istri, ibu yang mengandung — meskipun dalam usia muda — yang menjalani hari-hari biasa, bekerja, membantu suaminya, dan membina keluarga kecil mereka. Bahagia sederhana, harapan akan masa depan, mimpi kelas kecil yang semua orang punya. Ia punya anak, ada senyum di rumah, rutinitas yang mungkin lelah tapi penuh cinta. Sekarang, semuanya berubah.
Cinta yang dulu terasa aman, kini jadi pertanyaan besar: mengapa begitu banyak rahasia, begitu banyak bahaya yang tersembunyi? Di mana janji perlindungan ketika seseorang begitu rentan — hamil, perempuan, dalam kondisi butuh rasa aman?
Harapan untuk Keadilan
Keluarga Anti sekarang hanya satu: keadilan. Agar pelaku dihukum seadil-adilnya, agar motif yang sebenarnya terungkap, agar tindakan seperti ini tidak terulang kepada orang lain. Mereka berharap penyelidikan transparan, proses hukum berjalan jujur, dan masyarakat tidak menutup mata terhadap kekerasan terhadap perempuan.
Adi, ibunya Anti, dan semua kerabat berharap hukum dapat menjadi penghibur yang setidaknya sedikit meredakan luka. Bahwa kematian Anti tidak sia-sia; bahwa ada pelajaran dari tragedi ini. �
detiknews +2
Refleksi dan Kesedihan yang Terkekang
Kisah ini bukan hanya tentang satu nyawa yang hilang, tapi tentang seluruh kehidupan yang ikut terhapus: harapan yang belum sempat tercapai, tawa anak yang kini kehilangan bunda, malam-malam panjang Adi yang dipenuhi pertanyaan dan penyesalan.
Bagaimana Anti bisa berada dalam situasi itu? Adakah pilihan lain? Bisa kah masyarakat atau sistem melindungi orang-orang seperti dia lebih baik lagi? Apakah kita sudah cukup peka terhadap suara-suara kecil yang meminta pertolongan di balik sunyi?
Anti Puspita Sari kini telah tiada. Tapi kisahnya tetap hidup — di hati suaminya, anak-anaknya, dan dalam ingatan banyak orang yang mendengar.
Semoga keadilan datang untuk Anti. Semoga dia diampuni segala khilafnya, ditempatkan di tempat terbaik. Dan semoga keluarganya diberi kekuatan menahan semua ini: kehilangan, rasa duka, dan luka yang mungkin tak pernah benar-benar sembuh.